Rabu, 17 Agustus 2011

HIDUP UNTUK UMMAT

Perjalanan dan cara hidup manusia, sentiasa berbeda antara individu dan individu lainnya. Perbedaan ini wujud dari keragaman manusia dalam memahami arti dan makna kehidupan kita di muka bumi ini. Perbedaan paham dan konsep kehidupan ini lahir dari perbedaan modal dan latarbelakang keilmuan setiap individu serta lingkungan dimana individu itu hidup dan berkembang. Bagi individu yang memiliki ilmu dan pemahaman yang sangat terbatas tentang arti kehidupan menurut pandangan Islam dan kehidupan Rasulullah SAW, akan melihat hidup ini sebagai hal yang biasa-biasa saja tidak terlalu signifikan ( significant ) dalam makna dan esensi, sehingga hidup ini hanya akan terfokus kepada kehidupan dan perjuangan pribadi yang menuju kepada kehidupan yang bersifat materialistik dan individualistik ( materialistic and individualistic life ). Sebagai Muslim kita hendaklah melihat kehidupan dan apa saja yang kita miliki dalam hidup ini sebagai suatu amanah yang padanya terletak hak orang lain yang harus kita tunaikan dan serahkan.

Allah berfirman:

"Dan sesungguhnya pada harta mereka terletak hak-hak orang miskin yang telah ditetapkan, bagi mereka yang meminta atau menahan diri dari meminta karena mereka tak berupaya" (al Maarij 24-25) 

Pengertian harta pada ayat di atas tidak terbatas pada material tetapi juga harta yang immaterial berupa ilmu, kesehatan, pemikiran, pengaruh, jabatan dll. Oleh sebab itu setiap rahmat dan apa saja pemberian Allah pada kita bukanlah merupakan cek kosong yang dapat kita isi dengan angka dan huruf apa saja yang kita kehendaki, tetapi ia adalah amanah dan pertanggungjawaban yang harus kita laksanakan sesuai dengan aturan main yang telah ditentukan oleh Alqur'an dan sunnah Rasulullah SAW dalam kehidupannya. Setiap Muslim yang sehat phisik dan rohaninya harus melihat dan menyadari bahwa pada kesehatan yang ia miliki ada hak orang lain yang harus ia tunaikan berupa pemberian pertolongan dan nasehat. Pada diri orang kaya ada hak orang lain yang harus ia laksananakan berupa bantuan dana dan pemberian ikhlas tanpa mengharap pujian dan sanjungan manusia. Kaum intelektual dan ulama hendaklah menyebarkan ilmu mereka dengan penuh ikhlas dan kesadaran yang mendalam, bahwa pada amanah ilmu dan kebijaksanaan yang mereka miliki ada hak orang lain yang tidak boleh diabaikan. Para pemimpin dari level atas hingga kebawah juga janganlah lupa ataupun lalai akan hak-hak bangsa dan masyarakat yang ada pada jabatan mereka, sebab mereka dipilih hanya untuk menunaikan hak -hak orang yang mereka pimpin bukan untuk memenuhi tuntutan pribadi mereka. 

"Sesungguhnya Kami telah jadikan apa yang ada di muka bumi sebagai perhiasan baginya, agar kami dapat menguji mereka, siapakah di antara mereka yang lebih baik amalnya" ( Alkahfi 7 ) 

Kita harus menyadari dan memahami secara ikhlas dan penuh keinsafan bahwa kita sebenarnya bukanlah merupakan orang yang paling layak untuk mendapat pemberian dan anugerah tertentu dari Allah. Seorang yang dapat belajar di universitas dalam dan luar negri S1, S2 ataupun S3 hendaklah menyadari bahwa ia bukanlah orang yang paling pintar dan paling layak dari 200 juta penduduk Indonesia untuk mendapat kesempatan belajar. Para pemimpin terutama pemimpin tertinggi harus dan benar-benar menyadari bahwa mereka bukanlah orang yang paling berbakat dan layak (most talented and qualified) dari 200 juta penduduk Indonesia untuk menjadi pemimpin. Semua pemberian ini hanyalah berdasarkan kepada rahman dan rahimnya Allah (rasa belas kasih dan sayang Allah) kepada hamba-hambanya yang penuh dengan kekurangan dan kelemahan. Pemberian kesehatan, ilmu, harta, pengaruh dan jabatan hanyalah bukti cinta kasih suci Allah kepada hambanya yang tidak boleh dibalas dengan pengkhianatan, berupa penyalahgunaan rahmat dan pemberian tersebut seperti; menggunakan kesehatan untuk kejahatan, ilmu untuk menipu dan menyesatkan masyarakat awam, jabatan untuk menindas dan memperkaya diri, dan pengaruh untuk mendapatkan materi serta menutup kesalahan. 

Nilai hidup seorang Muslim diukur dengan besarnya perjuangan ummat yang diemban dalam membela dan mengangkat nilai dan taraf kehidupan ummat dengan segala daya dan upaya yang dimiliki. Ummat kita amat memerlukan usaha dan perjuangan dari setiap individu Muslim yang mendapat rahmat kesehatan phisik, harta, pengalaman, ilmu, jabatan dan pengaruh bagi membela mereka yang lemah dan meminta pertolongan lebih-lebih lagi mereka yang amat memerlukan tetapi tidak meminta atau tidak tau bagaimana harus meminta, sebab kebahagiaan itu tidak terletak pada pemilikan dan penguasaan tapi terletak pada pemberian dan sumbangan ( happiness does not really on having or getting but it relies on giving and contributing ) . Kemuliaan, kejayaan dan kebesaran setiap kita terletak pada kemulian, kejayaan dan kebesaran ummat Islam pada saat ini. Adalah tidak wajar bagi kita untuk berbangga sebagai orang hebat, berjaya dan berpengaruh padahal ummat Islam disekeliling kita tenggelam dalam lumpur kehancuran dan kemunduran, sebab ia adalah merupakan sikap mementingkan diri sendiri ( individualistic ) dan penafian kepada ikatan ukhuwah Islamiyah ( negation of Islamic brotherhood ) yang terbina atas persamaan akidah, syariah, perasaan dan cara hidup. Sebab ummat Islam bagaikan sebuah jasad yang dapat merasakan penyakit yang diderita oleh bagian jasad lainnya. Apakah arti sebuah tangan dengan jari yang manis, lentik dilingkari dengan cincin yang disalut permata apabila ia berada pada tubuh yang memiliki kaki yang pincang, kulit yang berkudis dan bibir yang sumbing. Hal ini dibenarkan oleh Sayyid Qutb dalam suratnya yang ia tulis untuk keluarganya saat ia berada dalam penjara: Bila kita hidup untuk diri kita sendiri maka kita akan menemukan hidup ini singkat dan kurang bermakna, bermula dengan kelahiran kita dimuka bumi ini dan berakhir dengan berakhirnya usia kita yang sangat pendek dan terbatas. Bila kita hidup untuk orang lain atau sebuah pemikiran maka hidup kita akan menjadi panjang dan lebih bermakna, bermula dengan hadirnya perasaan kemusiaan dalam diri dan terus berlangsung hingga datangnya hari kiamat. Kita memang tidak mempunyai pilihan untuk tidak mati tapi kita masih mempunyai pilihan cara dan untuk apa kita mati, husnul khotimah ( happy ending ) ataupun su'ul khotimah ( sad ending ). Wallahu A'lam. 

LUKMAN SYARIF BIN AHMAD MUDIN
Master of Islamic Thought and Civilization.
Alumni International Islamic University Malaysia
Mahasiswa S3 University Malaya

Komentar :

ada 0 komentar ke “HIDUP UNTUK UMMAT”

Posting Komentar

 

Kegiatan Terbaru

Dakwah Kampus

Lowongan Kerja Terbaru

© 2009 Fresh Template. Powered by Blogger.

Fresh Template by NdyTeeN.